Ia mencintaiku.
Aku yakin itu. Aku bisa tahu dari senyumnya. Dari caranya memandangku hangat. Dari suaranya yang akrab memanggil namaku agar aku mendekat padanya.
Dan aku mencintainya.
“Apa kabar?” Ia tersenyum lebar, memandangku dan mengusap kepalaku dengan ramah. Aku tersenyum meresponnya.
“Kau sedang senang ya, hari ini?” Laki-laki itu melanjutkan sambil menarikku ke pangkuannya. Aku malu-malu menurut. Ia meletakkan tubuh mungilku dalam pangkuannya dengan hati-hati, lalu ia mulai bercerita, seperti biasanya yang ia lakukan jika mengunjungiku. Cerita tentang apa saja. Aku tak begitu peduli pada ceritanya, aku lebih suka memandanginya.
Ia mencintaiku.
“Sudah waktunya kau bertemu ibuku.” Ia bergumam pelan sambil mengamatiku lekat, suatu hari. Aku tergagap mendengarnya. Namun senyumnya yang menenangkan membungkamku. Lagi-lagi aku menurut saja, mengikuti langkahnya yang berjalan mendahuluiku jauh di depan. Langkahnya lebar-lebar, aku kesulitan dan berusaha mengejarnya. Dan ia mengerti. Ia berhenti dan menungguku menyusulnya.
Dan aku mencintainya.
“Ibu!” Ia berseru keras ketika membuka pintu rumahnya.
“Seperti yang sudah kujanjikan, ibu!”
Aku berdebar-debar, tapi ia nampak begitu bangga ketika ibunya muncul, sehingga aku hanya mengikutinya dalam diam. Ibunya memandangku dan tersenyum lebar.
“Ini dia yang ditunggu-tunggu!”
“Sana ikut ibuku.” Laki-laki itu mendorong tubuhku pelan dan aku mengikuti langkah ibunya, yang sepertinya ingin aku ikut ke dapur. Aku menoleh untuk memandang laki-laki yang kucintai, dan ia tengah tersenyum, melambai padaku dengan riang.
“Sampai ketemu nanti di makan malam,” Laki-laki itu tertawa lebar, tawanya yang paling kusuka. Masih saling berpandangan, ia memanggil namaku.
Aku mencintainya.
“Daah, Petok.”
Dan ia mencintaiku.
August 19th, 2010 (C) Fitrani Puspitasari
featured in: http://flashfiction.ubudwritersfestival.com/2010/08/he-loves-me-he-loves-me-not/
Tags:
flashfiction,
ubud writer festival,
written
0 komentar:
Posting Komentar